Language

SCHOLARSHIPS WARFARE Chapter 2: The Search for a Better Future

Last updated on 20 Apr 2024
SCHOLARSHIPS WARFARE Chapter 2: The Search for a Better Future

EHEF_ScholarshipsWarfare_Chapter2_FB_479x249pxl.jpg

Oleh Erzawansyah


Bermimpi Melanjutkan Studi ke Eropa? Jangan lewatkan EHEF 2018, pameran pendidikan tinggi Eropa terbesar di Indonesia yang paling dinanti-nanti. Segera daftarkan dirimu sebagai peserta dalam perhelatan akbar EHEF 2018 secara GRATIS di sini.


Apa benar kuliah di Jerman itu sulit bukan main?

Apabila benar sulit, lantas apakah berarti kuliah di Jerman itu mustahil untuk dilakukan?

Tentu tidak.

Apapun latar belakang kamu, kuliah di Jerman adalah hal yang sangat memungkinkan. Baik di tingkat S1, S2, atau bahkan S3. Dengan bekal dan persiapan yang matang, dibumbui dengan tekad yang bulat, apapun halang rintangan yang akan dihadapi semua bisa kamu raih.

Ivan Annusyirvan dan Samara Yarasevika adalah dua di antaranya.

Tidak hanya sekadar kuliah, keduanya bahkan mampu meraih beasiswa untuk belajar di negara beribukota Berlin tersebut. Baik Ivan, maupun Samara sudah membuktikan, bahwa tidak ada yang tidak mungkin bila kita berusaha menggapai sesuatu dengan sungguh-sungguh.

Lalu, bagaimana caranya?

Menjawab pertanyaan tersebut, Sabtu, 22 September 2018 lalu ehef.id menyelenggarakan sebuah webinar dan mengundang Ivan dan Samara dalam rangka berbagi cerita, pengalaman, kiat dan tips agar bisa melanjutkan studi di Jerman. Berikut rangkumannya.

Siapa Ivan dan Samara?

Sebelum berbicara lebih jauh tentang serba-serbi kuliah di Jerman, ada baiknya kita mengetahui siapa Ivan dan Samara terlebih dahulu.

Ivan merupakan alumni SMA Negeri 61 Jakarta. Setelah lulus SMA, ia memutuskan untuk berangkat ke Jerman dan melanjutkan studi di sana. Dengan berbagai prosedur yang telah dilakukannya, Ivan pun berhasil masuk ke Wuppertal University di jurusan Teknologi Media dan Cetak. Ivan menjalani kuliah mulai 2005 - 2010. Ia mendapatkan beasiswa dari kampusnya dan dibebaskan dari tuition fee. Saat ini Ivan merupakan Media Manager di DAAD Indonesia.

Samara punya cerita lain. Saat ini, ia masih menjadi mahasiswa di dua kampus. Mengapa dua kampus? Karena program yang diikuti Samara adalah program joint degree. Yang berarti, selain terdaftar sebagai mahasiswa S2 di IPB, Samara juga terdaftar sebagai mahasiswa di Gottingen University jurusan Agribusiness and Rural Development. Tahun pertama sudah berlangsung dan ia habiskan di IPB, tahun kedua dijalaninya di Goettingen University, Jerman.


Inilah jajaran universitas Jerman yang akan hadir di EHEF Indonesia 2018!


Kesempatan Kuliah di Jerman

Jerman terbuka bagi pelajar international, baik untuk jenjang S1, S2, maupun S3.

Siapa saja bisa mencobanya.

Akan tetapi ada aturan khusus untuk jenjang S1.

Pelajar dari Indonesia tidak bisa langsung menjalani kuliah di salah satu universitas di Jerman. Standar sekolah menengah atas di Jerman dan Indonesia berbeda. Butuh penyetaraan terlebih dahulu dengan mengikuti studienkolleg. Ivan mengatakan, studienkolleg bisa disebut sebagai kelas XIII SMA. Jadi, kamu akan menjalani studienkolleg selama setahun, sesuai dengan jurusan yang akan dipilih kelak.

Soal beasiswa sendiri, Ivan menegaskan bahwa tidak ada beasiswa S1 yang bisa didapat pada masa persiapan. Kecuali, apabila kamu sudah diterima di salah satu perguruan tinggi di sana. Beasiswa bertebaran dimana-mana, bisa institusi politik, institusi gereja, maupun kampus itu sendiri. Sebagaimana Ivan, ia mendapatkan beasiswa Wuppertal University dan dibebaskan dari tuition fee semasa menjalani kuliah (mulai semester 2).

Adapun untuk jenjang S2, kesempatan kuliah di Jerman juga sangat terbuka lebar.

Bahkan Samara sendiri mulanya tak menyangka akan melanjutkan kuliah S2 di Jerman, dengan beasiswa pula. Karena sebelumnya, paska lulus dari S1 di IPB, ia berencana untuk kerja. Baru saat mendatangi EHEF Indonesia 2016 di JCC dua tahun lalu untuk menemani kakak tingkatnya yang ingin mencari informasi kuliah di Belanda, keinginan untuk melanjutkan kuliah di Jerman tetiba muncul.

Kebetulan saat itu juga DAAD membuka program joint degree di IPB dan salah satu perguruan tinggi di Jerman. Di sanalah ia mulai mencoba dan petualangan Samara dalam menjalani masa studi S2 pun dimulai. Samara menegaskan bahwa tidak semua perguruan tinggi atau program beasiswa menyediakan joint degree. Di Indonesia, IPB salah satunya. Selain di IPB, UI juga merupakan salah satu kampus dengan program joint degree terbanyak.

Baik Ivan, maupun Samara, sama-sama setuju bahwa kesempatan kuliah di Jerman dan mendapatkan beasiswa itu sebenarnya melimpah.

Tinggal bagaimana kamu serius dan bersungguh-sungguh, bahkan dari hanya sebatas mencari informasi mengenai beasiswanya saja.

Belajar Bahasa Jerman

Dari sekian banyak yang disampaikan oleh Ivan dan Samara, Bahasa Jerman kerap diulang dan terdengar pada jawaban-jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan kepada mereka.

Memangnya seberapa penting bahasa Jerman itu?

Jawabannya sudah Jelas, tentu sangat penting.

Baik Ivan, maupun Samara, menyatakan mengapa Bahasa Jerman sangat penting untuk dikuasai. Sekalipun warga Jerman sendiri bisa berbahasa Inggris dengan baik, namun mereka tetap lebih suka menggunakan Bahasa Jerman dalam percakapan sehari-hari.

Selain itu, dengan menguasai Bahasa Jerman, kamu akan lebih mudah mendapat kerja part time.

Cara mencari kerja part time di Jerman sangat banyak.

Kamu bisa mencarinya lewat koran harian, job fair, kenalan, atau bahkan email pemberitahuan dari pihak kampus. Bayarannya cukup besar. Akan tetapi, kamu akan jauh lebih mudah mendapat pekerjaan apabila kamu menguasai bahasa Jerman, yang dibuktikan dengan sertifikat bahasa.

Berdasarkan pengalaman Ivan, kisaran fee yang ia dapat selama bekerja part time adalah 7,5 s/d 10 euro. Izin mahasiswa untuk bekerja part time bahkan diatur oleh pemerintah Jerman, dimana setiap mahasiswa diizinkan untuk bekerja selama maksimal 240 hari dengan lama bekerja 4 jam dalam sehari (atau 120 hari untuk 8 jam sehari).

Pada jenjang S1, 90% proses perkuliahan menggunakan Bahasa Jerman

Jangan sampai kamu ketinggalan pelajaran hanya karena tidak bisa menguasai Bahasa Jerman. Apalagi masa kuliahmu itu akan berlangsung selama empat tahun. Ditambah pula dengan kehidupan sosial, baik saat berbelanja ke toko, maupun dengan warga sekitar. Nah, untuk itulah mengapa Bahasa Jerman benar-benar sangat dibutuhkan. Bahkan, Ivan berkata, sekalipun kamu sudah mendapatkan sertifikat bahasa Jerman, belum tentu kamu bisa langsung menguasainya, sesampainya kamu di Jerman.

Maka dari itu, saat tinggal di Jerman, bergaul lah dengan orang-orang di Jerman.

Selain dapat membuat kemampuan bahasa Jermanmu bertambah, kamu juga akan lebih mudah beradaptasi dengan budaya dan lingkungan di sana.


Baca juga: Panduan Lengkap Belajar Bahasa Jerman


Persiapan untuk Kuliah di Jerman

Untuk jenjang S1, sebagaimana telah dijelaskan, persiapan paling penting ada di studienkolleg.

Sebab itu merupakan syarat utama untuk masuk ke perguruan tinggi di Jerman.

Apalagi, untuk masuk ke S1 Jerman, tidak ada proses interview sama sekali. Proses seleksi sepenuhnya adalah seleksi dokumen. Dan di antara dokumen-dokumen yang diserahkan, raport dari studienkolleg adalah dokumen paling penting yang punya pengaruh besar untuk masuk ke perguruan tinggi di sana.

Sementara untuk S2, motivation letter, CV yang sesuai dengan format Europass, sampai transkrip akademik, rekomendasi profesor, surat keterangan bekerja selama dua tahun, dokumen IELTS dan sertifikat Bahasa Jerman, merupakan syarat yang wajib diserahkan saat apply.

Selain berkas-berkas tersebut, tentunya dokumen-dokumen kewarganegaraan, seperti KTP, Paspor, residence permit, juga perlu untuk dipersiapkan.

Adapula hal-hal non-administratif yang perlu disiapkan. Akan tetapi, menurut Ivan, persiapan itu tidak perlu berlebihan, karena hanya akan menyusahkan nantinya. Hal ini ia ungkapkan, karena pengalamannya dari mengatakan demikian. Saat pertama kali berangkat ke Jerman, Ivan membawa penanak nasi. Dan hal itu menurutnya sangat merepotkan, apalagi sebenarnya toko-toko di Jerman sudah menyediakan barang tersebut.

Pun begitu, dengan Samara. Menurut Samara, perlengkapan-perlengkapan umum memang sudah tersedia lengkap di toko-toko yang ada di Jerman. Meski begitu, ia tetap menyarankan agar membawa obat-obatan pribadi dan jilbab, bila kamu merupakan seseorang yang menggunakan jilbab dalam kesehariannya. “Cukup sulit mencari jilbab di Jerman,” kata Samara.

Lagipula, untuk perabotan di tempat tinggal, biasanya ada pasar barang bekas yang menjual barang-barang bekas yang kualitasnya masih bagus, namun dengan harga murah.

Tempat Tinggal

Selain perlengkapan-perlengkapan yang dimaksud di atas, hal yang perlu diperhatikan pula adalah tempat tinggal saat berada di Jerman.

Sebab, baik Ivan maupun Samara, tempat tinggal adalah hal yang paling banyak memakan biaya. Samara menyebut, kisaran harga tempat tinggal di Jerman sekitar 200 sampai 300 Euro.

Ada tiga jenis tempat tinggal yang biasa digunakan oleh mahasiswa.

Pertama, apartemen mahasiswa.

Tempat ini masuk dalam kategori termurah, namun fasilitasnya lengkap. Perabotan rumah sudah tersedia saat kita mulai menyewa kamar tersebut. Akan tetapi, jumlahnya terbatas. Sehingga, untuk mendapatkannya, para mahasiswa harus berebut dengan mahasiswa lain.

Kedua, shared flat.

Bila di Indonesia, kesannya seperti rumah kontrakan. Dalam satu atap, terdapat beberapa kamar. Pembagian kamar akan dilakukan sesuai dengan kesepakatan. Biasanya, koordinator yang melakukannya. Dan untuk biaya, menyesuaikan dengan luas kamar yang dimiliki. Bila mendapat kamar lebih kecil, maka kemungkinan harga sewanya akan lebih murah.

Terakhir, single apartment.

Tentunya ini merupakan kategori yang lebih mahal. Namun, memang dengan menyewa single apartment, mahasiswa tidak perlu berbagi atap dengan mahasiswa lainnya. Ivan menjelaskan, single apartment bisa menjadi jauh lebih murah, apabila kita menyewa dalam kondisi kosong.


Untuk daftar beasiswa kuliah di Jerman, klik di sini.


Sudah Siap Kuliah di Jerman?

Lalu, apakah kamu sudah siap untuk melanjutkan studi di Jerman?

Bila sudah, maka segera cari informasi sebanyak-banyaknya.

Menurut Samara, saat apply beasiswa atau universitas, kamu perlu untuk menjadi diri sendiri. Buat motivation letter kamu menarik, jadilah apa adanya dan jangan lupa, bawalah misi orang banyak, bukan hanya diri sendiri.

Ivan mengatakan, dengan membawa misi orang banyak, pihak universitas akan mempertimbangkan kamu. Meskipun manfaat yang didapat kembali ke Indonesia, pihak universitas di Jerman akan suka dengan hal tersebut. “Siapkan mental dan yang paling penting, tunjukkan usaha maksimal apa yang bisa kamu berikan untuk meraih beasiswa tersebut,” pungkas Ivan.


Dapatkan informasi mengenai kuliah di Jerman langsung dari DAAD Indonesia dan perwakilan berbagai universitas Jerman di EHEF Indonesia 2018. Yuk, daftarkan dirimu di sini!